ASFIKSI

MAKALAH BIOLOGI ASFIKSI



Disusun oleh:
Agis Setiyani                           XI IA4/02
Amalia Rizqi Shofia                XI IA4/ 05
Hanun Ari Wulandari             XI IA4/10
Nurul Putri Arliana                 XI IA4/20



PEMERINTAH KOTA SLATIGA
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1
(SMA N 1)


ASFIKSI (ASFIKSIA)
A.    Pengertian
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang (hipoksia) yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea)
Asfisksia neonatorum adalah suatu keadaan gawat bayi berupa kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnea dan berakhir asidosis.

B.     Penyebab
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1)      Faktor ibu
·         Hipoksia ibu : hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesia lain.
·         Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
·         Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·         Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2)      Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, pendarahan plasenta dan lain-lain. Dapat pula karena terdapat lilitan pada tali pusat atau tali pusat pendek.
3)      Faktor Bayi
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain. Selain  itu hal lain yang dapat menyebabkan Asfiksi :
·         Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·         Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·         Kelainan bawaan (kongenital)
·         Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4)      Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi kerena beberapa hal, yaitu :
·         Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan
·         Trauma persalinan
·         Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernaafasan, hipoplasia paru dan lain-lain

C.    Gejala dan Stadium
Gejala Umum:
·         Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
·         Warna kulit kebiruan
·         Kejang
·         Penurunan kesadaran
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu:
·         Fase dispneu / sianosis
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.
·         Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.
·         Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.
·         Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

D.    Diagnosis Asfiksia
Asfiksia yang terjadi pada bayi umumnya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dilakukan dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Hal-hal yang perlu perhatian yaitu :
1.      Denyut jantung bayi
Peningakatan kecepatan denyut jantung pada umunya tidak mengandung banyak arti, tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 kali per menit di luar his, dan atau tidak teratur hal ini merupakan tanda bahaya yang harus segera ditangani secepatnya
2.      Mekonium dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai kondisi keadaannya. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah
3.      Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks, kemudian dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan selanjutnya diambil contoh darah janin. Kemudian darah ini diperiksa pH-nya. Apabila darah mengandung atau dalam darah terdapat asidosis menyebabkan turunnya pH. Dan apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

E.     Penyembuhan
Asifiksi tidak dapat disembuhkan secara total terutama pada Asfisksia neonatorum (kelainan sejak lahir). Pengobatan dan penanganan Asifiksi hanya dapat dilakukan dengan menggunakan terapi, obat-obatan dan teknologi tertentu.

F.     Pencehagan
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.

G.    Teknologi
Bronkoskop (bronchoscope) merupakan teknologi yang berhubungan dengan sistem pernapasan. Bronkoskop dapat digunakan untuk mengambil contoh jaringan dan lendir dalam saluran pernapasan yang diduga ada gangguan atau kelainan. Selain itu, bronkoskop dapat digunakan untuk mengetahui secara rinci keadaan saluran trakea, bronkus, dan bronkiolus (Gambar 7.10).

Jerman telah menciptakan sebuah robot yang diberi nama RONAF (robotergestuetzte navigation zum fraesen). Robot ini digunakan sebagai navigator dalam pembedahan pasien yang mengalami ganguan sistem respirasi.
Tekno tube and mask

Iwan, dkk (2003) melakukan penelitian yang membandingkan volume ventilasi antara Tekno tube and mask, Ambu bag and mask, Topster bag and mask dan Laerdal tube and mask menggunakan manekuin. Dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam rerata volume ventilasi yang adekuat. Dari segi harga, Tekno tube and mask adalah alat yang paling dapat dijangkau oleh bidan desa. Namun alat tersebut memiliki kelemahan pada desain katupnya, sehingga memerlukan modifikasi, sulit dibersihkan dan tidak dapat digunakan lagi setelah 5 kali prosedur High-Level Desinfectans (HLD). Tekno tube and mask yang digunakan dalam studi tersebut efektif dan dapat diterima untuk digunakan oleh bidan desa, namun untuk resusitasi neonatus di rumah sakit balon mengembang sendiri dan masker harus tersedia.

Balon mengembang sendiri (self inflating bag)

Balon mengembang sendiri (self inflating bag) setelah dilepaskan dari remasan akan terisi spontan dengan gas (oksigen atau udara atau campuran keduanya) ke dalam balon.
Kelebihan:
·         Selalu terisi setelah diremas walaupun tanpa sumber gas bertekanan
·         Katup pelepas tekanan berfungsi untuk menjaga tidak terjadi pengembang-an balon berlebihan
Kelemahan:
·         Tetap bertekanan walaupun tidak terdapat lekatan antara sungkup dan wajah
·         Membutuhkan reservoar oksigen untuk mendapatkan oksigen kadar tinggi
·         Tidak dapat digunakan dengan baik untuk memberikan O2 aliran bebas melalui sungkup
·         Tidak dapat digunakan untuk memberikan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) dan baru dapat memberikan TPAE (Tekanan Positif Akhir Ekspirasi) bila ditambahkan katup TPAE.
Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating bag),

Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating bag),disebut juga balon anestesi, terisi hanya bila gas yang berasal dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon.
Kelebihan:
·         Memberikan O2 21%-100% tergantung sumber
·         Mudah menentukan apakah sungkup telah melekat pada wajah
·         Dapat memberikan O2 aliran bebas 21%-100%
Kelemahan:
·         Membutuhkan lekatan rapat antara sungkup dan wajah untuk dapat mengem-bang
·         Membuutuhkan sumber gas untuk dapat mengembang
·         Umumnya tidak mempunyai katup pelepas tekanan untuk pengaman
T-piece resuscitator
T-piece resuscitator bekerja hanya bila dialiri gas yang berasal dari sumber bertekanan ke dalamnya. Gas mengalir langsung, baik ke lingkungan sekitar maupun ke bayi, dengan cara menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu jari.
Kelebihan:
·         Tekanan konsisten
·         Pengatur tekanan puncak inspirasi dan TPAE yang dapat diandalkan
·         Operator tidak menjadi lelah karena memompa
Kekurangan:
·         Membutuhkan aliran gas
·         Kekakuan/compliance paru tidak dapat dirasakan
·         Membutuhkan tekanan untuk memasang/mengatur alat sebelum dipakai
·         Mengubah tekanan inflasi selama resusitasi akan lebih sulit



DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri, Istamar dkk. 2004. Biologi Untuk SMA Kelas XI. Malang: Erlangga.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TITIK DIDIH DAN TITIK BEKU

PENENTUAN TITIK DIDIH DAN TITIK BEKU



Disusun Oleh:
Amalia Rizqi Shofia    XII IPA-4/05


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI SATU SALATIGA
SEPTEMBER 2013
I.                   Tujuan Penelitian
Mengamati dan Mengetahui titik beku dan titik didih larutan
II.                Dasar Teori
Menurut Raoult, Sifat koligatif larutan adalah sifat suatu larutan yang tidak  bergantung pada jenis zat yang terlarut, melainkan dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut tersebut. Ada 4 macam sifat koligatif larutan yang dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu sifat tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekananosmotik. Sedangkan 2 kelompok tersebut adalah larutan elektrolit maupun larutan non-elektrolit.
Kemolalan suatu larutan, yang disimbolkan m, adalah jumlah mol zat yang terlarutsetiap 1 kg larutan (mol/kg). Kemolalan inilah yang akan sering digunakan dalam perhitungan sifat koligatif larutan karena kemolalan tidak akan berubah/konstan tanpa penambahan pelarut maupun terlarut.
Penurunan titik beku suatu larutan (∆Tf ). Penurunan titik beku didefinisikan sebagai selisih antara titik beku pelarut dengan titik  beku larutan yang dinotasikan dalam Tf pelarut – Tf larutan (Tf  = ∆Tf  - ∆Tf
Penurunan titik beku larutan dapat dihitung dengan persamaan : 
Tf  = Kf  × m
Dimana Kf difenisikan sebagai konstanta penurunan titik beku suatu pelarut. Konstanta ini hanya berubah jika dan hanya jika terjadi perubahan tekanan (P = atm) yang mengubah suhu titik beku suatu pelarut murni.
Dalam sifat koligatif, suatu larutan campuran akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan pelarut murninya. Hal ini dikarenakan adanya penghalang antar  partikel pelarut yang sejenis oleh larutan terlarut, sehingga larutan campuran memerlukan suhu yang lebih rendah agar partikel-partikel pelarut sejenisnya menjadi rapat (membeku). Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa semakin tinggi suhunya, maka jarak antar partikel sejenis akan merenggang.
Larutan elektrolit akan memiliki sifat koligatif yang lebih besar dibandingkan larutan non-elektrolit. Hal ini disebabkan, pada suatu reaksi sederhana suatu larutan A elektrolit menjadi ion B. Kita dapat menyimpulkan bahwa larutan A akan terionisasi menjadi lebih besar atau sama dengan 1 ion jumlahnya.
Faktor van’t hoff(i):
i = 1+ α (n-1)
Dimana : n = Jumlah ion terbentuk
α = Derajat ionisasi
Dari uraian diatas, didapatkan bahwa rumus penurunan titik beku larutan (∆Tf )  adalah sebagai berikut:
·         Non elektrolit
∆Tf = m. K=  ×  × Kf
Dimana: G = Massa zat terlarut
     P = Massa zat pelarut
·         Elektrolit
∆Tf = m. Kf .i  =  ×  × K× (1+ α (n-1))
Dimana i adalah faktor van’t Hoff tersebut.
Hasil eksperimen Roult menunjukan bahwa Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar. Titik didih larutan akan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Hal ini juga diikuti dengan penurunan titik beku pelarut murni, atau titik beku larutan lebih kecil dibandingkan titik beku pelarutnya. Roult menyederhanakan ke dalam persamaan
Tb = kb . m =  ×  × Kb
Tb : kenaikan titik didih larutan
Kb : tetapan kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 1000 gram pelarut)
m :  molal larutan (mol/100 gram pelarut)
Perubahan titik didih atau ΔTb merupakan selisih dari titik didih larutan dengan titik didih pelarutnya, seperti persamaan :
ΔTb = Tb – Tbº
Hal yang berpengaruh pada kenaikan titik didih adalah harga Kb dari zat pelarut. Kenaikan tidak dipengaruhi oleh jenis zat yang terlarut, tapi oleh jumlah partikel/mol terlarut khususnya yang terkait dengan proses ionisasinya. Untuk zat terlarut yang bersifat elektrolit persamaan untuk kenaikan titik didik harus dikalikan dengan faktor ionisasi larutan, sehingga persamaannya menjadi :
ΔTb = Kb . m . i  =  ×  × K× (1+ α (n-1))
n : jumlah ion-ion dalam larutan
α : derajat ionisasi
III.             Alat dan Bahan
·         Titik Didih
ü  Termometer
ü  Korek api
ü  Statif
ü  Kaki tiga
ü  Kawat kasa
ü  Gelas beker
ü  Stopwatch
ü  Spiritus
ü  Larutan sukrosa 1 m (40ml)
ü  Larutan sukrosa 0,5 m (50ml)
ü  Larutan NaCl 1 m (50ml)
ü  Larutan NaCl 0,5 m (40ml)
ü  Aquades (50ml)
·         Titik Beku
ü  Termometer
ü  Gelas ukur
ü  Tabung reaksi
ü  Gelas kimia plastik
ü  Stopwatch
ü  Es batu
ü  Garam dapur kasar
ü  Larutan sukrosa 1 m (5ml)
ü  Larutan sukrosa 0,5 m (5ml)
ü  Larutan NaCl 1m (5ml)
ü  Larutan NaCl 0,5 m (5ml)
ü  Aquades (5ml)

IV.             Cara Kerja
Titik Dididh
1.      Siapkan alat dan bahan seperti yang telah ditentukan.
2.      Masukkan larutan sukrosa 1 molal sebanyak 40ml pada gelas beker ( Lakukan pula pada 50ml larutan sukrosa 0.5 m, 50ml larutan NaCl 1 m, 40ml NaCl 0.5 m, dan 50ml aquades ).
3.      Siapkan alat-alat yang digunakan untuk pembakaran ( Kaki tiga, kawat kasa, spiritus ) siapkan pula statif sebagai tempat menggantung termometer.
4.      Letakkan alat-alat pembakaran pada sisi statif ( Posisi dapat disesuaikan ).
5.      Letakkan gelas beker yang telah berisi larutan sukrosa 1 molal keatas kawat kasa.
6.      Posisikan termometer yang telah tergantung pada statif agar ujungnya tercelup pada larutan sukrosa 1m namun jangan sampai menyentuh permukaan kaca gelas beker ( Lakukan hal serupa pada larutan lainnya ).
7.      Nyalakan api pada spiritus dan hitung dengan stopwatch lamanya waktu yang dibutuhkan larutan untuk mendidih.
8.      Catat lama waktu dan suhu didih masing-masing larutan.
Titik Beku
1.      Siapkan alat dan bahan seperti yang telah ditentukan.
2.      Ambillah larutan sukrosa 1 molal sebanyak 5ml dengan menggunakan gelas ukur ( Lakukan hal serupa pada larutan lain ).
3.      Masukkan masing-masing larutan sebanyak 5ml tadi kedalam tabung reaksi.
4.      Isi gelas kimia plastik dengan es batu yang telah dihancurkan.
5.      Masukkan tabung reaksi yang telah berisi larutan kedalam gelas kimia plastik tadi ( Letakkan diantara es batu ).
6.      Masukkan garam dapur yang telah dihaluskan pada es batu disekitar tabung reaksi.
7.      Celupkan termometer kedalam larutan yang ada dalam tabung reaksi.
8.      Setelah kira-kira cukup lama, keluarkan tabung reaksi dan lihat apakah larutan sudah beku atau belum.
9.      Jika cairan sudah ada yang mulai membeku, ukur suhu larutan ( Titik beku ).
10.  Catatlah suhu titik beku dan lama waktu yang dibutuhkan larutan hingga membeku.
V.                Data Pengamatan
Titik Didih
Larutan
Titik Didih
Waktu
Sukrosa 0,5 m
90
11 menit 49 detik
Sukrosa 1 m
94
9 menit 05 detik
NaCl 0,5 m
94
15 menit 34 detik
NaCl 1 m
94
19 menit 51 detik
Aquades
96
25 menit 44 detik

Titik Beku
Larutan
Titik Beku
Waktu (menit)
Sukrosa 0,5 m
-2
5
Sukrosa 1 m
-4
7
NaCl 0,5 m
-7
31
NaCl 1 m
-3
6
Aquades
0
17

VI.             Pembahasan
Titik Didih
Pada percobaan didapat hasil bahwa aquades memiliki titik didih lebih tinggi dari pada sukrosa dan NaCl. Padahal seharusnya TbPelarut (Aquades) < TbLarutan (Sukrosa, NaCl).
Jika dilihat dari konsentrasi (A) dan kelompok larutannya (B), berdasarkan data pengamatan didapat:
A.    Tb Sukrosa 0,5m (90) < Tb Sukrosa 1m (94)             Benar
Tb NaCl 0,5m (94) = Tb NaCl 1m  (94)                     Salah
Seharusnya Tb NaCl 0,5 < Tb NaCl 1m
Bertambahnya konsentrasi maka kenaikan titik didih makin besar dan titik didih larutannya tinggi.
B.     Tf Sukrosa 0,5m (90) < Tf NaCl 0,5m (94)    Benar
Tf Sukrosa 1m (94) = Tf NaCl 1m (94)          Salah
Seharusnya Tf Sukrosa 1m < Tf NaCl 1m
Titik didih larutan NaCl lebih tinggi dari larutan Sukrosa. Begitu juga dengan kenaikan titik didih larutan, kenaikan titik didih larutan NaCl lebih besar dari pada larutan Sukrosa, karena NaCl merupakan larutan elektrolit yang mempunyai energy ionisasi (derajat ionisasi) yang menyebabkan nilai kenaikan titik didih larutan semakin besar. Hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff.
Untuk perbandingan waktu antara Sukrosa, NaCl dan Aquades, semakin tinggi titik didihnya maka semakin lama waktu yang dibutuhkan zat hingga mendidih. Dari hasil percobaan didapat:
TbAquades > Tb NaCl 1m = Tb NaCl 0,5m = Tb Sukrosa 1m > Tb Sukrosa 0,5m
tAquades > t NaCl 1m > t NaCl 0,5m > t Sukrosa 0,5m > t Sukrosa 1m
Melihat dari hubungan Tf  dengan  t dapat dikatakan bahwa percobaan tidak sesuai (salah).
Perbedaan hasil percobaan bila dibandingkan dengan literature karena adanya penyimpangan saat percobaan. Tidak meratanya pemansan yang diterima antara aquades, larutan NaCl dan larutan sukrosa menyebabkan hasil yang berbeda.

Titik Beku
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa aquades memiliki titik beku sebesar 0 (titik beku hasil percobaan sudah sesuai/benar), sedangkan sukrosa dan NaCl memiliki titik beku dibawah aquades. Jika dilihat dari sisi pelarut (Aquades) dan larutan (Sukrosa, NaCl) maka percobaan yang dilakukan dapat dikatakan berhasil atau benar karena kita tahu bahwa pelarut memiliki titik beku lebih tinggi dibanding larutan. Namun, telah kita ketahui pula bahwa sifat koligatif larutan adalah sifat suatu larutan yang tidak  bergantung pada jenis zat yang terlarut, melainkan dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut tersebut.
Jika dilihat dari konsentrasi (molal) suatu zat antara sukrosa 0,5m dengan sukrosa 1m dan NaCl 0,5m dengan NaCl 1m, larutan yang memiliki kemolalan semakin besar akan memiliki penurunan titik beku (∆Tf) yang besar dan titik beku larutannya semakin rendah.
Tf Sukrosa 0,5m (-2) > Tf Sukrosa 1m (-4)    Benar
Tf NaCl 0,5m (-7) < Tf NaCl 1m  (-3)           Salah
Seharusnya Tf NaCl 0,5 > Tf NaCl 1m
Untuk perbandingan larutan Nacl 0,5m dengan Sukrosa 0,5m dan Nacl 1m dengan Sukrosa 1m  dapat dibandingkan memalui kelompok larutan (elektrolit/non elektrolit).
Titik beku larutan NaCl lebih rendah dari larutan Sukrosa. Begitu juga dengan penurunan titik beku larutan, penurunan titik beku larutan NaCl lebih besar dari pada penurunan titik beku larutan Sukrosa, karena NaCl merupakan larutan elektrolit yang mempunyai energy ionisasi (derajat ionisasi) yang menyebabkan nilai penurunan titik beku larutan semakin besar jika dibandingkan dengan larutan Sukrosa yang merupakan larutan non elektrolit yang tidak meng-ion sehingga tidak memiliki derajat ionisasi. Hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff.
Tf Sukrosa 0,5m (-2) > Tf NaCl 0,5m (-7)    Benar
Tf Sukrosa 1m (-4) < Tf NaCl 1m (-3)          Salah
Seharusnya Tf Sukrosa 1m > Tf NaCl 1m
Adanya kesalahan kemungkinan disebabkan oleh proses pembekuan masing-masing larutan  tidak sama, sehingga dalam pengukuran titik beku ini tidak diperoleh data yang akurat. Selain itu,  kekurang telitian dalam melaksanakan langkah-langkah praktikum yang benar  serta kekurang telitian dalam pembacaan skala thermometer.
Untuk perbandingan waktu antara Sukrosa, NaCl dan Aquades, semakin rendah titik bekunya maka semakin lama waktu yang dibutuhkan zat hingga membeku. Dari hasil percobaan didapat:
Tf NaCl 0,5m < Tf Sukrosa 1m < Tf NaCl 1m < Tf Sukrosa 0,5m < Tf Aquades
t NaCl 0,5m > tAquades > tSukrosa 1m > tNaCl 1m > t Sukrosa 0,5m
Dilihat dari hubungan Tf  dengan  t saja hasil percobaan sudah tidak sesuai. Kesalan ini kemungkinan terjadi karena es batu yang digunakan telah mencair, sehingga memperlambat proses pembekuan larutan.

VII.          Kesimpulan
A.    Bertambahnya konsentrasi maka kenaikan titik didih makin besar dan titik didih larutannya tinggi.
B.     Kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari pada larutan non elektrolit. Titik didih larutan elektrolit lebih tinggi dari larutan non elektrolit
C.     Semakin tinggi titik didihnya maka semakin lama waktu yang dibutuhkan zat hingga mendidih.
D.    Bertambahnya konsentrasi maka penurunan titik beku (∆Tf) makin besar dan titik beku larutannya semakin rendah.
E.     Penurunan titik beku larutan elektrolit lebih besar dari pada penurunan titik beku larutan non elektrolit. Titik beku larutan elektrolit lebih rendah dari larutan non elektrolit.
F.      Semakin rendah titik bekunya maka semakin lama waktu yang dibutuhkan zat hingga membeku.

VIII.       Daftar Pustaka
neutron. 2013. belajar praktis kimia. yogyakarta
utami, budi. dkk. 2007. kimia untuk sma/ma kelas xii program ipa. surakarta: cv. putra nugraha
ulum, bahrul. 2012. titik beku dan titik didih larutan. http://glumback.blogspot.com/2012/12/titik-beku-dan-titik-didih-larutan.html
dina. 2013. laporan praktikum kenaikan titik didih. http://mizuc.blogspot.com/2013/11/kenaikan-titik-didih.html
rosada, yuni. 2012. menentukan nilai titik didih dan titik beku larutan elektrolit dan nonelektrolit. http://yuni-laporan-praktikum.blogspot.com/2012/09/laporan-praktikum.html
yun. 2012. laporan kenaikan titik didih larutan. http://humanosinalma.blogspot.com/2012/10/laporan-titik-didih.html
Setiadi, iskandar. laporan praktikum kimia. http://www.scribd.com/laporankimia.html

hardiyanti, ineke. 2012. titik beku larutan. http://inekesyanisha.blogspot.com/2012/09/titik-beku-larutan.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS